Rabu, 07 Desember 2011

Beberapa Pendekatan Konseling


PENDEKATAN KONSELING

1.      BEHAVIORAL
§  Asumsi tentang Manusia
Semua perilaku itu hasil belajar, dibentuk oleh lingkungan (kondisi yang diciptakan)
§  Ciri-Ciri Model Konseling Behavior
a)      Pemusatan perhatian pada perilaku  spesifik
b)      Kecermatan dalam penguraian tujuan-tujuan treatment
c)      Perumusan prosedur treatment yang spesifik sesuai dengan masalah
d)     Prediksi objektif atas hasil-hasil terapi
§  Tujuan Umum
Penciptaan kondisi baru bagi proses belajar   
§  Teknik-Teknik yang digunakan
a)      Desensitisasi Sistematis (Wolpe)
Semua perilaku neurotic refleksi dari kecemasan. Langkah-langkahnya :
ü  Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan
ü  Menyusun hirarki atau tingkatan kecemasan/ketakutan dsb (dpt ditulis)
ü  Melakukan relaksasi dari kepala s.d kaki
ü  Membayangkan sesuatu yg bertentangan dengan apa yang dialami konselee, misalnya : cemas, sedih.          
b)      Assertive Training
Digunakan untuk membantu konselee yang mengalami kesulitan dalam  perasaan yang  tidak sesuai sewaktu menyatakan.
ü  Tidak dapat menyatakan kemarahannya.
ü  Kesopanannya berlebihan sehingga orang lain mengambil keuntungan
ü  Mereka yang tidak dapat menyatakan “tidak”.
ü  Mereka yang tidak dapat mengatakan “cinta”
ü  Mereka yang merasa tidak memiliki hak berpendapat.
Pelaksanaannya: konselor melatih keberanian keberanian konselee (dengan role playing) bermain peran. Misalnya : sebagai atasan dan  bawahan.


c)      Aversion Therapy
Therapy dengan cara memberikan hukuman terhadap perilaku negatif dan memberikan reinforcement perilaku positif. Hukumannya dapat berupa kejutan  listrik, atau diberi ramuan unuk diminum sehingga mereka muntah-muntah.
d)     Home Work
Anak diberikan PR, misalnya : tidak boleh menjawab apabila dimarah  dalam berapa hari dan apabila sudah selesai ditambah lagi.
§  Langkah-Langkah Konseling
a)      Mengidentifikasikan perilaku yang dianggap mal-adaptif
b)      Menentukan asset serta kekuatan yang dimiliki klien
c)      Membuat informasi terkumpul ke dalam konteks di mana perilaku bermasalah itu terjadi
d)     Menetapkan strategi untuk mengukur setiap perilaku bermasalah yang telah teridentifkasi itu
e)      Penguat-penguat potensial klien disurvei untk mengidentifikasi orang , aktifitas, dan benda-benda yang memberi motivasi dilakukannya penanganan dan bias tetap terjadinya perubahan setelah terapi berakhir
f)       Penilaian yang mencakup formulasi dari sasaran penanganan


2.      RATIONAL EMOTIF THERAPY (RET)
§  Asumsi tentang Manusia
Ellis (dalam Corey, 1995) mengemukakan beberapa asumsi TRE:
a)      Orang mengkondisikan diri sendiri yang merasakan adanya suatu gangguan dan bukan dikondisikan oleh sumber yang berasal dari luar diri.
b)      Orang ada kecendrungan biologis dan budaya untuk berfikir berbelit-belit dan menimbulkan gangguan pada diri sendiri, sesuatu yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
c)      Manusia itu unik dalam arti bahwa mereka menemukan keyakinan yang mengganggu dan membiarkan dirinya terganggu oleh adanya gangguan itu.
d)     Orang ada kapasitas untuk mengubah proses kognitif, emotif dan behavioral mereka, mereka bisa memilih untuk memberikan reaksi secara berbeda dengan pola yang biasanya mereka anut, bisa menolak untuk membiarkan dirinya menjadi marah, dan bisa bertahan mengalami gangguan yang minim selama sisa hidupnya.
§  Tujuan Konseling
Memperbaiki dan mengubah pikiran, persepsi, keyakinan, dan pandangan irrasional menjadi rasional
§  Ciri-Cirinya
Ellis (1973ª,hlm.185) memberikan suatu gambaran tentang apa yang dilakukan oleh terapis TRE sebagai berikut :
a)      Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku;
b)      Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasanya;
c)      Menunjukkan kepada klien tentang ketidaklogisan pemikirannya;
d)     Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien;
e)      Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan;
f)       Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien;
g)      Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris;
h)      mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara berpikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun pada masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang dapat merusak diri.

§  Langkah-Langkah konselingnya

Modifikasi Perilaku - Shaping


SHAPING

A.    PENGERTIAN SHAPING

Shaping adalah pembentukan perilaku baru atau perilaku yang belum pernah dilakukan individu, dan sulit atau tidak mungkin untuk memunculkan perilaku baru yang diinginkan tersebut, dengan cara memberi pengukuh/penguat jika telah muncul perilaku-perilaku yang menyerupai atau mendekati perilaku yang diinginkan, sehingga pada akhirnya memunculkan perilaku yang sama sekali baru yang diinginkan.
Jadi shaping itu adalah prosedur yang digunakan untuk membentuk perilaku seorang individu. Karena perilaku memiliki tingkat kejadian, maka tidak mungkin untuk meningkatkan frekuensi perilaku hanya dengan menunggu sampai terjadi dan kemudian baru menguatkannya. Oleh karena itu, untuk memperkuat perilaku harus memperkuat respon mulai dari nol sampai ke frekuensi yang lebih besar.
Shaping didefinisikan sebagai perkembangan perilaku baru oleh penguatan berturut-turut dari perilaku yang ingin dikuatkan sebelumnya. Kadang-kadang perilaku baru terjadi ketika seorang individu menampakkan beberapa perilaku awal, dan lingkungan (orang lain) memperkuat variasi-variasi kecil dalam perilaku. Akhirnya bahwa perilaku awal dapat dibentuk sehingga bentuk akhir tidak lagi menyerupai perilaku awal.
Kebanyakan orang tua menggunakan prosedur pembentukan dalam mengajar anak-anak mereka untuk berbicara, misalnya saja ketika pertama kali bayi mulai mengoceh, ia mengikuti bahasa asli orangtua walaupun masih mereka-reka. Pada saat mulai mengoceh inilah orangtua memperkuat perilaku misalnya dengan belaian, pelukan atau ciuman pada sang anak.

Ada dua cara untuk membentuk sebuah respon, yaitu :
1.      Eksternal shaping
Jika kita menghendaki seseorang melakukan sebuah respon tertentu, misalnya menekan pengumpil untuk memperoleh makanan, maka lingkungan dapat diatur sedemikian rupa sehingga respon ini kemungkinan besar dilakukan. Dalam bahasa skinner, respon-respon dalam conditional klasik dibentuk secara tidak begitu kaku, sedang respon-respon instrumental dibentuk secara tidak begitu kaku tetapi masih tetap berada dibawah penguasaan kondisi luar.
2.      Internal shaping
Internal shaping dapat terjadi dalam lingkungan yang sangat bebas dan sangat tidak berstruktur. Diberi nama internal shaping karena tekanan konstan terhadap tingkah laku datangnya dari dalam organisme, bukan dari lingkungan fisik. Skinner (1951) bahwa proses internal shaping dapat dilukiskan dengan cukup obyektif, tetapi pelaksanaannya memerlukan kecerdasan, akal, dan keahlian yang besar dari orang yang melakukan shaping.

Proses shaping akan sangat berjalan dengan sangat cepat dan efektif bila reinforcement tepat bersamaan waktu dengan respon. Dalam shaping ada tahapan-tahapan dalam menuju perilaku akhir, meskipun belum sampai pada perilaku akhir yang diharapkan, apabila seseorang itu telah berubah atau membentuk perilaku baru maka diberikan reinforcement. 


B.     ASPEK PERILAKU YANG DAPAT DIBENTUK
Ada tiga aspek perilaku yang bisa dibentuk :
1.      Topografi
Pembentukan bentuk respon tertentu atau tindakan spesifik. Mencetak kata / mengikuti perkataan dan menulis kata yang sama adalah respon yang sama yang dibuat dengan dua topografi yang berbeda. Contohnya membentuk seorang anak untuk mengatakan “mama” buka “ma-ma”
2.      Jumlah
Pembentukan perilaku yang dilakukan dengan peningkatan jumlah. Contoh; seorang anak yang belajar berjalan, pada mulanya dia hanya bisa berjalan beberapa langkah saja, namun lama kelamaan karena diperkuat akhirnya anak dapat berjalan dengan mulus tanpa tertatih.
3.      Intensitas kekuatan suatu respon
Pembentukan perilaku yang dilakukan dengan peningkatan intensitas / keseringan. Contohnya, seorang anak yang kurang diperhatikan orangtuanya, lalu ia rajin membersihkan rumah dan sang anak mendapatkan perhatian orangtuanya, akhirnya anak tersebut akan lebih sering mengulangi perbuatannya agar terus mendapatkan perhatian orangtuanya.
Contoh untuk ketiga aspek tersebut:
orang mengangkat barbell, hari pertama dia angkat berbel 2  kg dengan jumlah 8x angkatan.
Secara topografi          : barbell bisa diangkat ke atas,ke samping dan pindah
Secara jumlah              : hari ke2 dia angkat 16x angkatan
Secara intensitas          : hari ke3 dia angkat barbell 4kg

  C.  PROSEDUR SHAPING

Prosedur untuk melaksanakan shaping yaitu:
1.      Menentukan perilaku akhir yang diinginkan
Langkah pertama dalam shaping adalah mengidentifikasikan dengan jelas perilaku akhir yang diinginkan, yang sering disebut sebagai perilaku terminal (tujuan akhir). Dalam kasus anak yang mencoba berjalan tadi, perilaku terakhir yang diinginkan adalah berjalan tanpa bantuan, misalnya dari ruang TV sampai ruang makan. Dengan definisi yang spesifik seperti ini, ada sedikit kemungkinan bahwa orang yang berbeda akan mengembangkan harapan yang berbeda mengenai kinerja sang anak. Jika orang yang berbeda bekerja dengan individu yang mengharapkan hal yang berbeda, maka kemajuan cenderung terbelakang. Akhir perilaku yang diinginkan harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga semua karakteristik dari perilaku (topografi, jumlah maupun intensitas) diidentifikasi.
2.      Pemilihan pemulaian tingkah laku (memilih perilaku)
Karena terminal perilaku yang diinginkan tidak terjadi pada awalnya perlu memperkuat beberapa perilaku yang mendekati itu, dan mengidentifikasi titik awal. Tujuan program awal ini adalah untuk membentuk perilaku, dengan memperkuat titik awal ke final yang diinginkan meskipun titik awal mungkin sama sekali berbeda dengan perilaku terminal. 

3.      Pemilihan langkah-langkah pembentukan (langkah memilih Shaping)
Tahap ini membantu kita untuk mendekati akhir perilaku yang diinginkan. Contoh; anggaplah akhir perilaku yang diharapkan dalam program membentuk seorang anak berkata “papa”, telah ditetapkan bahwa anak berkata “Paa” dan respon ini diatur sebagai perilaku awal. Kita andaikan bahwa kita memutuskan untuk pergi dari perilaku awal “Paa” melalui langkah-langkah beriku “Paa-Paa”, “Pa-Pa”, dan “Papa”.
Untuk memulai, penguatan diberikan pada sejumlah kesempatan untuk memancarkan perilaku awal (“Paa”). Ketika perilaku ini terjadi pelatih bergerak ke langkah berikutnya dan memperkuat langkah demi langkah sampai anak akhirnya berkata “papa”.
Memang tidak ada seperangkat pedoman untuk mengidentifikasi ukuran langkah yang ideal, namun dalam usaha untuk menentukan langkah-langkah perilaku awal ke terminal perilaku, pelatih sudah bisa membayangkan langkah-langkah yang akan dilalui.

4.      Bergerak untuk memperbaiki
Ada beberapa aturan praktis untuk memperkuat respon akhir yang diinginkan :
a)      Jangan bergerak terlalu cepat ke langkah berikutnya. Masuk ke langkah selanjutnya dapat dilakukan apabila langkah sebelumnya telah mapan.
b)      Lanjutkan dalam langkah-langkah cukup kecil. Jika tidak, langkah sebelumnya akan hilang. Namun, jangan membuat langkah-langkah kecil yang tidak perlu.
c)      Jika kehilangan suatu perilaku karena anda bergeerak terlalu cepat atau terlalu besar mengambil langkah, kembali ke langkah awal dimana anda dapat mengambil perilaku lagi.
d)     Item a dan b memberutahukan untuk tidak berjalan terlalu cepat, dan butir c menyatakan bagaimana untuk mengoreksi efek buruk berjalan terlalu cepat. Hal ini juga penting, agar perkembangannya tidak terlambat. Jika salah satu langkah diterapkan begitu lama maka akan menjadi sangat kuat, kemugkinan untuk mencapai terminal akan kecil.

Pedoman ini mungkin tidak begitu membantu. Di satu sisi, disarankan untuk tidak bergerak terlalu cepat dari satu pendekatan ke pendekatan lain. Di sisi lain, disarankan untuk tidak bergerak terlalu lambat. Jika kita bisa menyertai pedoman ini dengan rumus matematika untuk menghitung ukuran yang tepat langkah-langkah ynang harus diambil dalam setiap situasi dan persis berapa banyak bala bantuan harus diberikan pada setiap langkah, pedoman akan jauh lebih berguna. Shaping memerlukan banyak latihan dan keterampilan jika harus dilakukan dengan efektivitas maksimum.


D.    PERILAKU UNTUK PEMBENTUKAN UMUM

1.      Memilih perilaku akhir, pilihlah perilaku yang spesifik ( seperti bekerja dengan tenang selama 10 menit di meja ) dan bukan yang umum ( seperti perilaku yang baik di kertas ). Jika memungkinkan pilihlah perilaku yang akan  terjadi dengan reinforcer alami.
2.      Pilihlah reinforcer yang alami
3.      Rencana awal. Membuat daftar perilaku yang dianggap berhasil yang m,endekati perilaku yang diinginkan untukperilaku paling awal, pilihlah perilaku yang mirip dengan yang sudah dilakauakan dengan subjek yang bersangkutan.
4.      Penerapan rencana. Katakan pada siswa sebelum menerapkan program mengenai program yang bersangkutan. Mulailah memberikan reinforcer begitu dengan yang dijalankan. Jangan menuju ke langkah berikutnya sebelum siswa berhasil melakukan tugas dengan sempurna. Berikan reinforcer secukupnya jangan berlebihan atau terlalu pelit. Jika anak mogok, dengan kemungkinan tugas yang terlalu berat atau langkah yang terlalu cepat, atau reinforcer tidak efektif.


Daftar Pustaka

Martin, Gery., Pear, Joseph, 1992, Behavior Modification, Prentice-hall International Editions.

Psikologi Belajar


PSIKOLOGI BELAJAR

A.    PENGERTIAN PSIKOLOGI

Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Dan ilmu jiwa sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya, baik dengan manusia lain, hewan, iklim, kebudayaan dan lain sebagainya.

B.     HAKIKAT BELAJAR

1.      Pengertian Belajar
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Para ahli psikologi dan pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan tentang pengertian belajar sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing, diantaranya ;
·         James O. Whittaker : “merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman”.
·         Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, ebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
·         Hilgard (1962) : “belajar adalah proses dimana suatu perilaku muncul perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”.
·         Di Vesta dan Thompson (1970) : “ belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman”.
·         Cronbach : “belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman”.
·         Howard L. Kingskey : “ belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”.
·         Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
·         Drs. Slameto : “ belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan diatas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsure, yaitu jiwa dan raga.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

  1. Hakikat Belajar
Belajar pada hakikatnya adalah usaha untuk mewujudkan perubahan tingkah laku. Hakikat belajar ini sangat penting diketahui untuk dijadikan pegangan dalam memahami secara mendalam masalah belajar.
Menurut ilmu pendidikan belajar adalah usaha untuk mewujudkan perubahan tingkah laku. Jadi walaupun kita telah berusaha sekuat tenaga, apabila perubahan tingkah laku tidak terwujud maka kita tidak bisa mengklaim bahwa kita telah belajar. Tingkah laku akan berubah jika kita mempelajari sesuatu yang belum pernah kita ketahui sebelumnya, kemudian kita menjadi tahu, paham dan mampu menerapkannya.
Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan, ada kata yang sangat penting untuk dibahas dibagian ini, yaitu kata “perubahan”. Apa pun formasi kata dalam kalimat yang dirangkai oleh para ahli untuk memberikan pengertian belajar, namun intinya tidak lain adalah masalah “perubahan” yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Oleh karena itu, sesorang yang melakukan aktivitas belajar, dan diakhir dari aktivitasnya itu memperoleh perubahan dalam dirinya dengan memiliki pengalaman baru, maka individu ini dikatakan telah belajar. Tetapi perlu diingatkan, bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan perubahan tingkah laku akibat mabuk, gila, tabrakan dan sebagainya bukanlah belajar yang dimaksud.
Prinsip umum dari belajar adalah minat dan konsentrasi. Minat maksudnya adalah kita benar-benar berniat belajar. Niat ini dibangkitkan dari hati yang suka, rasa ingin tahu, penasaran dan semangat yang berkobar. Misalnya kita berminat pada pembelajaran konseling, maka kita akan menekuninya agar pengetahuan kita bertambah tentang konseling. Minat menjadi pemicu semangat untuk berhasil. Kalau tidak berminat maka akan timbul rasa bosan dan malas. Konsentrasi maksudnya memusatkan pikiran dan perhatian bahwa kita dalam proses belajar, maka pikiran kita akan terpusat kepada apa yang sedang kita baca dan pelajari. Konsentrasi yang benar akan membuat memori tersimpan lama di otak dan memudahkan kita untuk memahami. Kita tidak susah menghafal karena sudah paham dan mengerti sehingga terekam dalam pikiran dengan baik. Adapun unsur pendukung yang harus kita lakukan agar hasil belajar kita bermanfaat, yaitu dengan menerapkan pengetahuan yang telah kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari.
 
  1. Ciri-Ciri Belajar
Jika hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri belajar.
& Perubahan yang terjadi secara sadar
Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuan, kecakapan, dan kebiasaannya bertambah. Contohnya, seorang mahasiswa sedang belajar tentang psikologi pendidikan. Dia menyadari bahwa dia sedang berusaha mempelajari tentang Psikologi Pendidikan. Begitu juga, setelah belajar Psikologi Pendidikan dia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku, dengan memperoleh sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan Psikologi Pendidikan.

& Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya seorang mahasiswa belajar tentang psikologi pendidikan, maka pengetahuan dan keterampilannya dalam psikologi pendidikan dapat dimanfaatkan untuk mempelajari dan mengembangkan perilaku dirinya sendiri maupun mempelajari dan mengembangkan perilaku para peserta didiknya kelak ketika dia menjadi guru.

& Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang psikologi pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan dan sebagainya.

& Perubahan dalam belajar bersifat permanent.
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanent. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan seorang anak dalam bermain piano setelah belajar, tidak akan hilang, melainkan akan terus dimiliki atau bahkan makin berkembang bila terus dipergunakan dan dilatih.

& Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang dicapainya. Dengan demikian, perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang telah ditetapkannya.

& Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

 
  1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya. Adapun fator-faktor tersebut antara lain :
a.       Faktor Internal
ü  Faktor Jasmaniah (fisiologis)
Misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya.
ü  Faktor Psikologis
Misalnya kecerdasan dan bakat, kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki, sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri dan sebagainya.
ü  Faktor kematangan fisik maupun psikis.

b.      Faktor Eksternal
ü  Faktor social
Yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan kelompok.
ü  Faktor budaya
Seperti adapt istiadat, ilmu pengetahuan, tekhnologi dan kesenian.
ü  Faktor lingkungan fisik
Seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan iklim.
ü  Faktor lingkungan spiritual dan keamanan.

 
C.    KEDUDUKAN PSIKOLOGI BELAJAR DALAM PSIKOLOGI

  1. Pengertian Psikologi Belajar
Psikologi belajar adalah sebuah frase yang terdiri dari dua kata, yaitu psikologi dan belajar. Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau tingkah laku manusia dengan dunia sekitarnya. Sedangkan belajar itu sendiri secara sederhana dapat  diberi definisi sebagai aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitar. Aktivitas di sini dipahami sebagai serangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik,  menuju ke perkembangan pribadi individu seutuhnya, yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa psikologi belajar adalah sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu belajar atau melakukan pembelajaran.

  1. Kedudukan Psikologi Belajar dalam Psikologi
Psikologi sekarang ini merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat. Lapangan atau daerah garapannya pun menjadi sangat luas. Untuk mengetahui atau mempelajari psikologi belajar, perlu diketahui lapangan psikologi sehingga dapat diketahui kedudukannya.
Gerungan (1962) membedakan psikologi menjadi 2, yaitu :
    1. Psikologi Teoritis
    2. Psikologi Praktis


1.      Psikologi Teoritis digolongkan menjadi
a.       Psikologi umum
Menguraikan dan menyelidiki kegiatan-kegiatan psikis pada umumnya pada manusia dewasa dan normal, termasuk kegiatan pengamatan, pemikiran, intelegensi, perasaan, kehendak, motif-motif dan sebagainya.

b.      Psikologi khusus
Menguraikan dan menyelidiki segi-segi khusus daripada kegiatan psikis manusia, antara lain :
·         Psikologi Perkembangan, menguraikan perkembangan kegiatan psikis manusia dari kecil sampai dewasa dan lebih lanjut.
·         Psikologi kepribadian, menguraikan struktur kepribadian manusia sebagai suatu keseluruhan, serta mengenai jenis-jenia atau tipe kepribadian.
·         Psikologi social, menguraikan tentang kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi social, seperti situasi kelompok, situasi massa dan sebagainya.
·         Psikologi belajar, menguraikan tentang kegiata-kegiatan menusia dalam belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu belajar atau melakukan pembelajaran.
·         Psikopathologi, menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia yang berjiwa abnormal.
2.      Psikologi Praktis
a.       Psikodianostik
Merupakan cara-cara psikologis dalam pemilihan suatu jabatan, studi atau yang lainnya. Antara lain seperti wawancara, observasi dan tes psikologi yang dapat menentukan struktur kepribadian orang, bakat, kecakapan, intelegensi dan lain sebagainya.
b.      Psikologi klinis dan bimbingan psikologis
Yang merupakan usaha-usaha sarjana psikologi dalam menolong orang yang menderita kesulitan psikis yang bermacam-macam rupanya.

Dari sistematika tersebut, terlihat bahwa kedudukan psikologi belajar dalam psikologi merupakan psikologi teoritis yang bersifat khusus.

Daftar Pustaka :
      Ahmadi, Abu.2007.Psikologi Sosial.Semarang:Rineka Cipta
Ahmadi, Abu.1990.Psikologi Belajar.Solo:Rineka Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri.2000.Psikologi Belajar.Banjarmasin:Rineka Cipta
Ahmadi, Abu.1990.Psikologi Belajar.Solo:Rineka Cipta)