Rabu, 27 Mei 2009

Psikologi Umum

PERHATIAN DAN PENGAMATAN

A. PERHATIAN

1. Pengertian Perhatian

Perhatian berhubungan erat dengan kesadaran jiwa terhadap suatu obyek yang direaksi pada sesuatu waktu. Perhatian adalah cara menggerakkan bentuk umum cara bergaulnya jiwa dengan bahan-bahan dalam medan tingkah laku.

Kata perhatian tidaklah selalu digunakan dalam arti yang sama. Beberapa contoh dapat menjelaskan hal ini :

a. Dia sedang memperhatikan contoh yang diberikan oleh gurunya.

b. Dengan penuh perhatian dia mengikuti kuliah yang diberikan oleh dosen yang baru itu.

Kedua contoh di atas itu mempergunakan kata perhatian. Arti kata tersebut, baik dalam masyarakat dalam hidup sehari-hari maupun dalam bidang psikologi kira-kira sama. Karena itulah maka definisi mengenai perhatian itu yang diberikan oleh para ahli psikologi juga dua macam yaitu :

  1. Perhatian adalah pemusatan tenaga/kekuatan jiwa/psikis yang tertuju kepada suatu obyek.
  2. Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang dilakukan.

2. Macam-Macam Perhatian

untuk memudahkan persoalan, maka dalam mengemukakan perhatian ini dapat ditempuh dengan menggolong-golongkan perhatian tersebut menurut cara tertentu, yaitu sebagai berikut :

  1. Menurut cara kerjanya

· Perhatian spontan : yaitu perhatian yang tidak sengaja atau tidak sekehendak subyek.

· Perhatian refleksif : yaitu perhatian yang disengaja atau dikendak subyek.

Contoh : pada suatu hari senin jam 08.00 para mahasiswa sedang asyik mengikuti kuliah yang diberikan oleh dosen baru (dengan perhatian yang disengaja). Tiba-tiba terdengarlah rebut-ribut di samping ruangan kuliah, sehingga para mahasiswa menengok (dengan perhatian yang tidak disengaja) untuk mengetahui apakah yang terjadi.

  1. Menurut intensitasnya

· Perhatian intensif : yaitu perhatian yang banyak dikuatkan oleh banyaknya rangsang atau keadaan yang menyertai aktivitas atau pengalaman batin.

· Perhatian tidak intensif : yaitu perhatian yang kurang diperkuat oleh rangsangan atau beberapa keadaan yang menyertai aktivitas atau pengalaman batin.

Makin banyak kesadaran yang menyertai suatu aktivitas atau pengalaman batin berarti makin intensiflah perhatiannya. Dan makin intensif perhatian yang menyertai suatu aktivitas akan makin sukseslah aktivitas itu.

  1. Menurut luasnya obyek yang dikena perhatian

· Perhatian terpusat : yaitu perhatian yang tertuju kepada lingkup obyek yang sangat terbatas.

Contoh : seorang tukang bengkel yang sedang memperbaiki sebuah kendaraan.

· Perhatian terpencar : yaitu perhatian yang pada suatu saat tertuju kepada lingkup obyek yang luas atau tertuju kepada bermacam-macam objek.

Contoh : seorang sopir yang sedang mengemudikan mobil, yang pada suatu saat perhatiannya dapat tertuju kepasa macam-macam obyek, seperti misalnya kendaraan lalu lintas, tanda-tanda lalu lintas, alat-alat yang ada dalam mobil yang sedang dikemudikan dan lain-lain.

3. Hal-Hal yang Menarik Perhatian

Hal-hal yang menarik perhatian dapat dipandang dari 3 segi, yaitu :

a. Segi obyek : Hal-hal yang menarik perhatian yaitu hal-hal yang keluar dari konteknya, atau hal yang lain dari lain-lainnya.

Contohnya : warna benda yang lain dari warna benda-benda disekitarnya, hal yang mendadak dating atau hal yang lenyap dalam tiba-tiba (misalnya suara berisik di malam yang tenang, dosen yang tiba-tiba berhenti bicara, dan sebagainya)

b. Segi Subyek : hal-hal yang menarik perhatian adalah hal-hal yang sangat bersangkut paut dengan pribadi subyek.

Contohnya : hal-hal yang bersangkut paut dengan sejarah atau pengalaman subyek (misalnya pembicaraan mengenai Unila bagi alumni Unila), hal yang bersangkut paut dengan kegemaran (misalnya pertandingan bulu tangkis dagi penggemar bulu tangkis).

c. Segi Komunikator : komunikator yang membawa subyek ke dalam posisi yang sesuai dengan lingkungannya.

Contohnya : guru/komunikator memberikan pelayanan atau perhatian khusus kepada subyek.

Adapun macam-macam perhatian yang tepat dilakukan dalam belajar yaitu :

    1. Perhatian intensif
    2. Perhatian yang disengaja
    3. Perhatian spontan.

4. Syarat-Syarat agar Perhatian Mendapat Manfaat

a. Inhibisi : yaitu pelarangan atau penyingkiran isi kesadaran yang tidak diperlukan, atau menghalang-halangi masuk ke dalam lingkungan kesadaran.

b. Appersepsi : yaitu pengerahan dengan sengaja semua isi kesadaran, termasuk tanggapan, pengertian dan sebagainya yang telah dimiliki dan bersesuaian dengan obyek pengertian.

c. Adaptasi : yaitu adanya penyesuaian diri antara subyek dan obyek.

5. Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Perhatian

a. Pembawaan

Adanya pembawaan tertentu yang berhubungan dengan obyek yang direaksi, maka sedikit atau banya akan timbul perhatian terhadap obyek tertentu.

b. Latihan dan Kebiasaan

Meskipun tidak ada bakat pembawaan tentang suatu bidang, tetapi karena hasil daripada latihan dan kebiasaan, dapat menyebabkan mudah timbulnya perhatian terhadap bidang tersebut. Misalnya, Deni sejak kecil hidup dikalangan seni musik, walaupun dia tidak mempunyai pembawaan tentang seni musik, tapi karena dia banyak berkenalan dengan suasana “kemusikan” dan sering berlatih musik, maka perhatiannya terhadap seni musik menjadi ada.

c. Kebutuhan

Adanya kebutuhan tentang sesuatu memungkinkan timbulnya perhatian terhadap obyek tersebut. Misalnya kita sedang membutuhkan suatu pita ungu dan sangat sulit sekali mencarinya, maka kita pun pasti akan memberikan perhatian lebih bila mendengar tentang keberadaan pita ungu tersebut.

d. Kewajiban

Di dalam kewajiban terkandung tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh orang yang bersangkutan. Misalnya demi terlaksananya suatu tugas, maka apa yang menjadi kewajibannya akan dijalankan dengan penuh perhatian.

e. Keadaan Jasmani

Sehat tidaknya jasmani, akan mempengaruhi perhatian kita terhadap suatu obyek. Misalnya, jasmani kita dalam keadaan lelah dan kurang sehat, lalu kita harus mengerjakan banyak tugas, maka kemungkinan besar perhatian kita akan banyak terganggu oleh kondisi jasmani kita itu.

f. Suasana Jiwa

Keadaan batin, perasaan, fantasi, pikiran, dan sebagainya sangat mempengaruhi perhatian kita, mungkin dapat membantu atau juga menghambat. Misalnya apabila kita sedang bahagia, maka kita akan senang dan memperhatikan kuliah yang ada. Namun apabila perasaan kita sedang kesal atau sedih, maka perhatian kita tidak akan terfokus pada kuliah tersebut.

g. Suasana di sekitar

Adanya berbagai macam keadaan di sekitar kita, seperti kegaduhan, temperature, social ekonomi, keindahan dan lain-lain dapat mempengaruhi perhatian kita.

h. Kuat tidaknya perangsang dari obyek itu sendiri

Berapa kuatnya perangsang yang bersangkutan dengan obyek perhatian sangat mempengaruhi perhatian kita. Bila obyek itu memberikan perangsang yang kuat, kemungkinan perhatian kita terhadap obyek itu cukup besar, dan sebaliknya.

B. PENGAMATAN

Manusia dapat mengenal lingkungan fisik yang nyata, baik dalam dirinya sendiri maupun diluar dirinya dengan menggunakan organ-organ inderanya. Pengamatan merupakan fungsi sensori yang memungkinkan seseorang menangkap stimuli dari dunia nyata sebagai bahan yang teramati. Obyek pengamatan memiliki sifat-sifat keinginan, kesendirian, lokalitas dan bermateri.

Aspek-aspek untuk dapat menggambarkan dunia pengamatan yang berupa sudut-sudut tinjauan adalah sebagai berikut ;

  1. Sudut tinjauan ruang

Menurut sudut pandang ruang ini, dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian : atas-bawah, kiri-kanan, jauh-dekat, tinggi-rendah, dan sebagainya.

  1. Sudut tinjauan waktu

Menurut sudut pandang ini, dunia pengamatan dilukiskan dengan pengertian-pengertian : masa lampau, kini dan masa yang akan dating dalam berbagai variasinya.

  1. Sudut tinjauan Gestalt (konteks keseluruhan)

Suatu Gestalt adalah suatu yang merupakan kebulatan dan cepat berdiri sendiri lepas dari yang lain, misalnya rumah, orang, meja, kursi, gambar dan sebagainya.

  1. Sudut tinjauan arti

Obyek-obyek yang kita amati kita beri arti atau kita amati menurut artinya bagi kita. Misalnya bunyi bedug yang dimainkan anak-anak dengan kayu akan sangat berbeda artinya dengan bunyi bedug yang ditabuh di masjid.

Orang telah lazim membedakan lima macam alat indera menurut lima macam modalitas pengamatan, yakni :

1. Penglihatan

Ada 3 macam penglihatan, yaitu :

b. Penglihatan terhadap bentuk

Yaitu penglihatan terhadap obyek yang berdimensi dua. Ahli-ahli psikologi Gestalt (terutama mazhab berlin) telah mengadakan penelitian secara luas dalam bidang penglihatan bentuk, dan akhirnya mereka menemukan bahwa obyek-obyek penglihatan itu membentuk diri menjadi Gestalt-Gestalt menurut prinsip-prinsip tertentu. Khusus dalam melihat obyek bagian dan obyek keseluruhan, ini merupakan cara melihat Gestalt yang dapat memakai hukum-hukum Gestalt meliputi :

1. Hukum keterdekatan (yang terdekat merupakan Gestalt)

2. Hukum ketertutupan (yang tertutup merupakan Gestalt)

3. Hukum kesamaan (yang sama merupakan Gestalt)

c. Penglihatan terhadap warna

Yaitu penglihatan terhadap obyek psikis dari warna. Masalah melihat warna (penglihatan warna) telah mendapat penelitian secara meluas dan mendalam, terutama segi-sgi yang bersifat fisis dan fisiologis. Didalam hal ini hanya dikemukakan nilai psikologisnya saja, menyangkut nilai-nilai psikologis dari warna yaitu meliputi :

1. Nilai efektif warna

Contohnya, dirumah-rumah tidak mungkin di cat dengan warna-warna mencolok dan bercampur, melainkan hanya satu atau dua warna saja, itupun dengan warna yang sejuk. Begitu juga dengan warna-warna yang digunakan untuk kamar di rumah sakit. Hal itu karena warna-warna tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku penghuni nya. Masing-masing warna itu mempunyai nada yang membentuk medan tingkah laku, memberi corak kepada perbuatan atau reaksi orang.

2. Nilai lambang atau simbolis dari warna

Warna itu mempunyai sifat-sifat potensial yang dapat memberi kesan tertentu kepada seseorang. Misalnya :

· Warna hitam melambangkan kegelapan, kesedihan.

· Warna putih melambangkan kesucian.

· Warna merah melambangkan sifat dominan, berani.

· Warna hijau melambangkan kesegaran, ketenangan.

d. Penglihatan terhadap dalam

Yaitu penglihatan terhadap obyek yang berdimensi tiga. Salah satu gejala yang terpenting di sini adalah konstansi besar, misalnya telapak tangan yang kita tempatkan dalam jarak 20 cm dan 40 cm dari mata kita lihat sebagai sama besarnya, seorang yang datang menghampiri kita tidak kita lihat semakin besar, melainkan hanya semakin dekat. Hal ini disebabkan karena :

1. Obyek yang kita hadapi selalu dilihat dalam konteks sistemnya

2. Proporsi atau perbandingan benda-benda satu sama lain serta terhadap tempatnya adalah sama

2. Pendengaran

Mendengar atau mendengarkan adalah menangkap atau menerima bunyi-bunyi (suara) melalui indera pendengaran. Pendengaran dan suara itu memelihara komunikasi vocal antara makhluk yang satu dengan lainnya. Bunyi itu dapat berfungsi dua macam, yaitu :

· Sebagai tanda (signal)

Misalnya, kita menghadapi teriakan-teriakan karena ketakutan, terkejut, kagum dan sebagainya.

· Sebagai lambang

Misalnya, kita menghadapi bahasa dalam suatu komunikasi.

Bunyi atau suara itu dapat digolongkan atas dua cara :

a. Berdasarkan atas keteraturan, dibedakan :

1. gemeristik

2. Nada

b. Nada itu bisa dibedakan atas dasar :

1. Tinggi rendahnya, yang tergantung kepada besar kecilnya frekuensi.

2. Intensitasnya, yang tergantung kepada amplitudonya.

3. Timbrenya, yang tergantung kepada kombinasi bermacam-macam frekuensi dalam tinggi rendahnya suara.

3. Perabaan

Mengandung dua pengertian yaitu ;

  1. Perabaan sebagai perbuatan aktif yang juga mencakup indra keseimbangan atau kenestesi,
  2. Perabaan sebagai pengalaman secara pasif yang juga mencakup beberapa indera untuk sentuh dan tekanan, pengamatan panas, pengamatan dingin, pengamatan sakit, dan indera vibrasi.

Perabaan menggunakan fungsi kulit badan. Pada kulit kita terdapat dua macam titik kepekaan, yaitu titik tekanan dan titik sakit. Perbedaan tekanan pada kulit disebabkan karena adanya perbedaan daya penerapan tekanan yang disebut nilai ambang pada tiap-tiap bagian kulit badan.

4. Pembauan (Penciuman)

Membau atau mencium adalah menangkap obyek yang berupa bau-bauan dengan menggunakan hidung sebagai alat pembau. Kuat dan lemahnya penangkapan obyek pembauan sangat tergantunng kepada dua hal, yaitu :

1. Kuat lemahnya rangsang/kualitas obyek pembauan.

Misalnya, bau bangkai atau wangi parfum yang berlebihan pasti akan menimbulkan bau yang kuat di hidung kita.

2. Kepekaan fungsi saraf pada hidung.

Misalnya, pada saat hidung kita sedang flu atau pilek, tentu saja kita pasti akan kurang mencium bau-bau yang ada disekitar kita.

5. Pencecapan

Mengecap adalah menangkap obyek yang berupa kualitas rasa benda atau sesuatu dengan menggunakan lidah sebagai alat pencecap.

Dalam kehidupan sehari-hari, variasi rasa cecapan itu dibedakan menjadi banyak sekali, akan tetapi indera pencecap terutama hanya peka terhadap empat macam rasa pokok, yaitu :

· Rasa manis, yang peka pada bagian ujung lidah.

· Rasa asam, yang peka pada tepi lidah bagian depan.

· Rasa asin, yang peka pada tepi lidah bagian belakang.

· Rasa pahit, yang peka pada bagian pangkal lidah.

Ø Dengan lima macam modalitas tersebut (penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pencecapan) pengamatan kita bekerja. Pengamatan adalah berfungsi primer, sebab dapat dikatakan bahwa pengamatan merupakan pintu gerbang bagi masuknya setiap stimuli, ide, atau pengaruh yang berasal dari luar diri.

DAFTAR PUSTAKA

  • Soemanto, Wasty, Drs., M.Pd. 1998. Psikologi Pendidikan. Malang: Rineka Cipta
  • Ahmadi, Abu, Drs., H. 1991. Psikologi Umum. Semarang: Rineka Cipta
  • Suryabrata, Sumadi, Drs., BA., MA., Ed.s, Ph.D. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling

ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING

Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan professional. Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan penyikapan (yang meliputi unsure-unsur kognisi, afeksi dan perlakuan) konselor terhadap kasus, pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan lain-lainnya.

Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Asas-asas yang dimaksud adalah :

1. Asas Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling.

2. Asas Kesukarelaan

Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak si terbimbing atau klien, maupun dari pihak konselor.

3. Asas Keterbukaan

Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Dari pihak klien diharapkan mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui konselor, dan mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari konselor. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika itu memang dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti itu, masing-masing pihak bersifat transparan atau terbuka satu sama lain.

4. Asas Kekinian

Masalah individu yang ditanggulangi adalah masalah-masalah yang sedang dirasakan, bukan masalah yang sudah lampau dan masalah yang akan dialami di masa yang akan datang. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari. Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan.

5. Asas Kemandirian

Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu :

ü Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya

ü Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis

ü Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri

ü Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu

ü Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan-kemampuan yang dimiliki

Kemandirian dari hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling.

6. Asas Kegiatan

Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.

7. Asas Kedinamisan

Usaha bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekedar mengulang hal yang lama, yang bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki.

8. Asas Keterpaduan

Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan sebagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui, individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Jangan hendaknya aspek layanan yang satu tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.

9. Asas Kenormatifan

Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adapt, norma hukum, norma ilmu maupun kebiasaan sehar-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan.

10. Asas Keahlian

Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrument bimbingan dan konseling) yang memadai. Asas keahlian selain mengacu pada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga pada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara baik.

11. Asas Alih Tangan

Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alih tangan jika konselor sudah mengerahkan sefenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli.

12. Asas Tutwuri Handayani

Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun di luar proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.

PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prisip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks social budayanya, pengertian, tujuan, fungsi dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

Berikut ini dicatatkan sejumlah prinsip-prinsip bimbingan dan konseling yang diramu dari sejumlah sumber (Bernard dan Fullmer, 1969 dan 1979; Crow & Crow, 1960; Miller dan Fruehling, 1978).

1. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Sasaran Pelayanan

a. Bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status social ekonomi.

b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang terbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik.

c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.

d. Pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan individu.

e. Perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja ataupun orang dewasa.

2. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Masalah Individu

Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu melayani masalah klien secara terbatas. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah :

a. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang bimbingan pada umunya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak social dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.

b. Keadaan social, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan merupaka faktor salah satu apa diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.

3. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Program Layanan

a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pengembangan, oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara menyeluruh.

b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat.

c. Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai dengan orang dewasa.

d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penilaian yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta mengetahui kesesuaian antara program yang direncanakan dan pelaksanaannya.

4. Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Pelaksanaan Layanan

a. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu.

b. Dalam proses konseling, keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaklah atas kemauan klien sendiri.

c. Permasalahan khusus yang dialami klien harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan khusus tersebut.

d. Bimbingan dan konseling adalah pekerjaaan profesional.

e. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan.

f. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian terhadap individu hendaknya dilakukan, dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik.

g. Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan keperluan.

h. Tanggung jawab pengelolaan program Bimbingan dan konseling hendaknya diletakkan di pundak seorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam pendidikan Bimbingan dan konseling, bekerja sama dengan staf dan personal, lembaga di tempat ia bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program Bimbingan dan konseling.

5. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapka dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur.

Dalam kaitan ini, Belkin (1975) menegaskan 6 prinsip untuk menegakkan dan menumbuhkembangkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

1) Konselor harus memulai karirnya dengan program kerja yang jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak dijalankan itu.

2) Konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa.

3) Konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata.

4) Konselor bertanggung jawab kepada semua siswa.

5) Konselor harus memahami dan mengembangkan kompotensi untuk membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan siswa-siswa yang menderita gangguan emosional, khususnya melalui penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di sekolah dan kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.

6) Konselor harus mampu bekerja sama secara efektif dengan kepala sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan kecemasan-kecemasannya.

REFERENSI

Prayitno dan Erman Amti.2004.Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta:Rineka Cipta